MATARAM, NTB – Tim Pembela Rakyat, selaku kuasa hukum M. Fihiruddin, melayangkan pengaduan resmi terhadap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram ke Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat. Langkah ini diambil terkait dugaan ketidakcermatan serta pelanggaran etika dalam putusan perkara perdata antara M. Fihiruddin melawan H. Baiq Isvie dkk, yang tercantum dalam Putusan Nomor 135/Pdt.G/2024/PN Mtr pada 15 November 2024, Senin (25/11/2024).
Ketua Tim Hukum, M. Ikhwan, S.H., M.H., menyoroti sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut. Salah satunya adalah penundaan pembacaan putusan hingga 44 hari, yang dinilai tidak wajar dan tanpa alasan jelas. “Penundaan ini sangat di luar kebiasaan. Kami mencurigai adanya praktik yang tidak sesuai aturan dalam perkara ini, ” ungkap Ikhwan.
Kekeliruan Hukum: Pasal yang Tidak Relevan
Tim hukum juga menyoroti penggunaan Pasal 10 UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai dasar putusan. Menurut Ikhwan, pasal tersebut khusus untuk perlindungan saksi dalam kasus pidana, terutama yang bersifat transnasional. "Menggunakan pasal ini dalam perkara perdata jelas merupakan kekeliruan fatal atau legal fallacy, " tegasnya.
Selain itu, ia menilai bahwa pertimbangan hukum yang digunakan majelis hakim tidak relevan dengan konteks perkara ini. "Ini menunjukkan kurangnya ketelitian dalam memahami esensi perkara yang sedang diadili, " tambah Ikhwan.
Dugaan Penyimpangan dan Upaya Bersihkan Mafia Hukum
Baca juga:
Anies Baswedan di Mata Seorang Surya Tjandra
|
Menurut Tim Pembela Rakyat, laporan ini bukan sekadar bentuk protes, tetapi juga langkah nyata untuk mendukung agenda nasional pemberantasan mafia hukum. “Ini adalah upaya kami untuk memastikan integritas lembaga peradilan tetap terjaga, sesuai dengan visi Presiden RI dalam membangun sistem hukum yang bersih, ” ujar Ikhwan.
Pihaknya berharap laporan ini segera ditindaklanjuti oleh KY, MA, dan Pengadilan Tinggi NTB agar keadilan dapat ditegakkan tanpa intervensi atau penyimpangan. "Kasus ini bukan hanya soal klien kami, tetapi juga ujian bagi komitmen lembaga hukum dalam menjaga kredibilitasnya di mata publik, " tutupnya.
Pengaduan ini menjadi sorotan penting, tak hanya bagi masyarakat hukum, tetapi juga seluruh elemen bangsa yang menginginkan peradilan yang bersih, profesional, dan transparan. Akankah kasus ini menjadi momentum untuk membongkar dugaan mafia hukum? Waktu yang akan menjawab. (Adb)